Senin, 30 November 2020

Jurnal Kontribusi pada Kota

 Ceritanya kali ini kita semua diminta membuktikan kontribusi kita pada kota dengan mengirimkan bukti screen shoot like follow comment kita di semua medsos kota. Hehheh seru dah..... taraaaa dibawah ini ya



Rabu, 25 November 2020

Untukku, Kau dan Semua Ibu (guru)

Kisah Rabu Seru

Oleh Nurhalita Diny


Ketika Kita Lelah Jadikan Itu Lilah

Agar apa yang kita lakukan semata adalah karenaNya, agar cinta kasih sayang itu tetap melekat dari kita seorang ibu yang dititipkan namaNya Ar Rahim. 

Kasih sayang seorang ibu kepada anaknya sepanjang masa, Entahlah kasih anak semoga tidak sepenggalan kepada ibunya.  

Ketika kau melakukannya dengan Lillah maka pasti akan kau rasakan ada sebersit embun penyejuk menyentuh kalbumu. Dia menjadikannya sejumput energi yang berarti. Sehingga kau dapat memeluk energi tersebut menebar bahagia. 

Jangan biarkan dirimu sedih apalagi murka. Abaikan nakal mereka dengan senyum dan doa. Lenyapkan duka lara agar kasihmu kembali memancarkan salah satu nama terbaikNya, Ar Rahim

MasyaAllah begitu berharganya lisanmu bagi mereka anak-anakmu, maka jagalah lisanmu dari kata yang membuat mereka terluka, jagalah agar selalu bermakna penuh ketulusan dan cinta. 

Jadikan Lillahmu pun mengangkasa karena sejumput rahimNya yang selalu menyertai langkahmu. Mempesona menebar aroma, selalu terngiang dalam setiap desah napas anakmu

Dari sekedar masakan yang sederhana menjadi penuh cita rasa berbumbu resep rahasia cintamu. Sehingga anak-anak dan suamimu merindui nya selalu dikala jauh darimu. 

Kau adalah madrasatul Ula, sebuah madrasah yang sarat ilmu dan teladan sejatinya ada dalam dirimu, seorang guru pendidik bagi anak-anaknya yang kelak menjadi pemimpin peradaban. 

Jangan biarkan dirimu tanpa cinta. Penuhi kesejukannya dengan kaustar wudhu mu yang selalu terjaga, basahi bibirmu dengan dzikir asmaNya sehingga menyergap setiap langkahmu

Wahai ibu, kala kau tiada berdaya katakan Lillah. Menyebut-nyebutnya dalam gelap malam kesunyian dengan desah tarikan isakmu. Adukan semuanya kepada sang pemilik Maha Rahim. 

Dengan Lillah akan kau jemput anak-anakmu di telaga kaustarNya. Dengan senyummu sirnalah duka dunia bagi anak-anakmu. Karena dikakimulah surga ditempatkan bagi mereka. 


#edisimengingatkandirisendiri

#Ibuharusbahagia

#Ibumadrasatulula

#SelamatHariGuruBuatParaIbu






Rabu, 18 November 2020

Pendidikan Fitrah Seksualitas Pada Anak

Kisah Rabu Seru

Oleh: Nurhalita Diny



"Lah kok anak kecil diajarin tentang seks... ada-ada aja si bu?"

"Eh gak papa ya anak-anak kita ajarin pendidikan seks?"

"Ini pendidikan seks seperti apa ya yang buat anak-anak, apalagi anak usia dini...seyeeem?"

Ini mesti yang ada dipikiran kita semua sebagai orang tua, ketika kita akan membahas pendidikan seks kepada anak-anak kita apalagi yang usia dini. Karena saya pun berpikiran demikian, mengira hal ini adalah tabu, "Biarin saja toh anak-anak nanti tahu dengan sendirinya kalau sudah besar?" Ini dalam benak saya.  Hmmmm ternyata ini yang seharusnya kita pahami, bahwa pendidikan yang akan kita kenalkan kepada anak-anak adalah pendidikan seksualitas yaitu bagaimana mengajarkan anak berpikir, bersikap, dan bertingkah laku sesuai jenis kelaminnya (Perwitasari,2017). Pendidikan yang akan kita perkenalkan adalah tentang bagaimana anak memahami, menghayati, dan memiliki rasa percaya diri sesuai jenis kelaminnya. Sedangkan pendidikan seks termasuk bagian dari pendidikan seksualitas yang dimulai sejak mempersiapkan pubertas. Fokusnya lebih kepada bagaimana berhubungan dengan lawan jenis. 

Pendidikan seksualitas adalah salah satu dari fitrah manusia sejak lahir termasuk fitrah seorang anak. Dan setiap anak yang dihadirkan oleh Allah memiliki fitrah nya masing-masing, orang tuanya lah yang menjadikan anak-anak ini menuju kesuksesan mereka dengan membangkitkan fitrah-fitrah yang dimiliki anaknya. Salah satu fitrah tersebut adalah fitrah seksualitas atau fitrah gender. 

Mendidik fitrah seksualitas adalah merawat, membangkitkan, dan menumbuhkan fitrah sesuai gendernya yaitu bagaimana seorang lelaki berpikir, bersikap, bertindak, merasa sebagai lelaki juga bagaimana perempuan berpikir, bersikap, bertindak, merasa sebagai seorang perempuan. Fitrah seksualitas perlu dirawat dengan kehadiran, kedekatan, kelekatan Ayah dan Ibu secara utuh dan seimbang sejak anak lahir hingga usia akil baligh (Santosa, H.2017).

Banyak riset membuktikan bahwa seseorang bisa menjadi seorang LGBT adalah karena ketika mereka di usia dini mengalami traumatik akibat perlakuan kasar ayahnya sehingga ia membenci ayahnya dan mengeneralisir semua laki-laki seperti ayahnya bila ia perempuan dia menjadi lesbian dan bila ia laki-laki dia menjadi transgender. 

Kita sebagai orang tua memiliki kewajiban mendidik anak-anak kita sesuai fitrah seksualitas mereka.  Seorang anak laki-laki kelak ketika dia dewasa adalah seorang pemimpin minimal di keluarganya, dia harus mendapatkan pendidikan yang keras artinya mendidik mereka untuk memiliki daya juang (fight), tanggung jawab, tegas, berani menerima cobaan dan kemampuan bertarung. 

Sebaliknya fitrah seksualitas perempuan adalah pendidikan kelembutan berupa kasih sayang, kepedulian, sopan santun, ramah tamah dan lemah lembut. 

Hal-hal ini bisa kita tanamkan perlahan-lahan sesuai dengan usia anak-anak kita:

1. Pada usia bayi 0-2 tahun  seorang anak didekatkan dengan ibunya karena menyusui, anak dapat merasakan kelembutan dan kasih sayang seorang ibu sebagai fitrah seorang perempuan yaitu feminis. 

2. Kemudian di usia 3-6 tahun anak-anak sebaiknya dekat dengan kedua orang tuanya, bilapun salah satunya tidak ada kita bisa menghadirkannya lewat cerita-cerita kebaikan orang tuanya. (Contoh dari hal ini adalah kisah Siti Hajar yang mendidik Ismail dengan baik meskipun Ibrahim tidak membersamai mereka ketika Ismail kecil dan tetap mematuhi perintah ayahnya Ibrahim ketika datang perintah berqurban untuk Ismail). Kedekatan anak di usia ini akan membentuk imajinasi mereka dari peran ayah ibu yang mereka dapatkan baik dari bentuk fisik, sifat, cara berpakaian, berpikir, perasaan, tingkah laku yang membuat anak seusia ini dapat dengan jelas mengatakan bahwa dirinya adalah seorang laki-laki atau perempuan. Hal ini harus benar-benar tertanam pada anak-anak kita di usia ini, agar kelak benih-benih LGBT tidak muncul pada mereka. 

3. Ketika usia 7-10 tahun dekatkan anak laki-laki kepada ayahnya dan anak perempuan kepada ibunya. Di usia ini anak semakin matang dengan fitrah seksualitas mereka sendiri. Anak laki-laki melihat fitrah seksualitasnya sebagai laki-laki dari seorang ayah begitupun sebaliknya anak perempuan bisa mencontoh peran ibunya sebagai fitrah perempuannya.

4. Di usia 11-baligh kedekatannya dibalik, anak perempuan dekat dengan ayahnya, anak laki-laki dekat dengan ibunya. Hal ini dilakukan karena dimasa ini mereka mulai memasuki usia baligh dimana di dalam Islam pada usia ini adalah usia dewasa usia siap memasuki pernikahan. Pada usia ini anak mulai merasakan simpati kepada lawan jenis, maka disini yang pertama kali mereka merasakan simpati itu adalah kepada ayah atau ibunya. Seorang anak laki-laki simpati kepada ibunya disini dia akan memperlakukan ibunya dengan baik karena rasa simpatinya. Begitupun sebaliknya seorang anak perempuan akan simpati kepada ayahnya dan menjadikan ayahnya adalah idola nyatanya di kehidupannya. Begitu banyak kejadian anak-anak yang mudah sekali jatuh hati kepada lawan jenisnya adalah karena mereka tidak menemukan simpati itu kepada ayah atau ibunya. Seorang anak perempuan yang mudah menyerahkan harga dirinya kepada pacarnya karena dia tidak menemukan sosok kedamaian dan perlindungan dari ayahnya. 

Membangkitkan fitrah seksualitas pada anak harus ditanamkan sejak dini karena disinilah fase anak mengenal dirinya sendiri apakah dia sebagai laki-laki atau perempuan. Dari bentuk fisik mereka yang berbeda dan juga sifat-sifatnya yang mereka temui dari ayah ibunya. Kesalahan pola asuh akan berakibat pada perilaku anak di masa depan, seperti LGBT, mudah terlena pada lawan jenis yang berakibat pada kerusakan moral, bila ia laki-laki mudah sekali berlaku kasar ataupun sebaliknya terlalu tergantung dan lemah kepada istrinya biasanya ini bisa jadi karena proses kedekatan yang salah dengan kedua orang tuanya peran kedua orang tua yang tidak ditemukan dalam proses masa kanak-kanaknya. Jika ia seorang perempuan dia terlalu mandiri dan tangguh sehingga mengambil peran suaminya dalam keluarganya, disinilah kelemahlembutan sebagai fitrahnya seorang wanita hilang darinya. Semua ini berakibat pada keharmonisan keluarganya kelak.

Lalu bagaimana kita menerapkan pendidikan fitrah seksualitas pada anak usia dini:

1. Menanamkan rasa malu pada anak

الْحَيَاءُ خَيْرٌ كُلُّه “Malu itu adalah baik semuanya.” (HR. Muslim)

Membiasakan anak-anak menutup aurat sejak kecil, tidak bertelanjang sembarangan ketika keluar kamar mandi, tidak mandi bersama dengan sepupunya tanpa busana. Mulai membiasakan anak memakai baju yang menutup auratnya sambil terus menanamkan batasan aurat perempuan dan laki-laki. Hal ini adalah juga untuk menjaga mata jalang orang jahat yang sekarang ini mulai banyak kita temui. Orang-orang dewasa yang memiliki nafsu seksual kepada anak kecil atau Predator pedofil. Mereka bertebaran dan dapat menularkannya kepada yang lain. Dengan membiasakan anak menutup aurat dari kecil membuat mereka terbiasa melakukannya ketika dewasa dan menjaga mereka dari rangsangan-rangsangan seksual akibat pakaian yang mereka kenakan. 

2. Menanamkan jiwa maskulinitas pada anak laki-laki dan feminisitas kepada anak perempuan

Anak-anak kita berikan pemahaman bahwa Allah menciptakan laki-laki dan perempuan itu berbeda secara fisik dan fitrahnya. Tidak ada yang lebih tinggi dan rendah namun satu sama lain saling mengisi satu sama lain. Maka fitrah laki-laki adalah bersikap maskulin dan perempuan bersikap feminim, dalam Islam tidak membolehkan seorang laki-laki berpakaian atau berperilaku seperti perempuan begitupun sebaliknya. Karena dari hal-hal kecil ini bisa memicu anak kelak menjadi LGBT. 

Ibnu Abbas ra. berkata:
Rasulullah saw. melaknat laki-laki yang berlagak wanita dan wanita yang berlagak meniru laki-laki. (HR al-Bukhari).

3. Memisahkan tempat tidur mereka

Terutama di usia 7-10 tahun dalam hal ini tidak dalam satu selimut dengan yang lainnya. Bila anak sudah dilatih berpisah tempat tidur dengan orang tuanya menjadikannya anak yang mandiri juga untuk menghindari kejadian yang tidak pantas bila anak melihat hubungan intim ayah ibunya. Dan bila dengan saudaranya yang beda jenis bisa mendidik anak-anak tentang perbedaan jenis kelaminnya.

4. Mengajarkan anak berinteraksi dengan orang lain yang bukan mahramnya

Mengenalkan kepada anak-anak siapa-siapa mahram mereka dan apa saja yang bisa kita perlihatkan dan perlakukan kepada mahramnya. Mengajarkan anak kita bersikap kepada orang lain selain orang tuanya, batasan-batasan auratnya dan tindakan yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan orang lain kepadanya, bermanja-manja, berdekatan, bersentuhan, minta gendong dll. Dan juga tindakan anak ketika mendapat perlakuan yang tidak sepatutnya dari orang lain selain orang tuanya. Kuatkan kedekatan kita sebagai orang tua kepada anak-anak agar mereka mau menceritakan apapun yang mereka temukan dan perlakuan orang lain kepadanya. Banyak kita dapati orang-orang yang dipercaya melakukan hal-hal yang tidak sepatutnya kepada anak-anak. 

5. Mendidik anak-anak dengan adab-adab dalam berinteraksi dengan orang lain

a. Adab memandang lawan jenis
b. Adab meminta izin ketika memasuki kamar orang tua: Tiga ketentuan waktu yang tidak diperbolehkan anak-anak untuk memasuki ruangan (kamar) orang dewasa kecuali meminta izin terlebih dulu adalah: sebelum shalat subuh, tengah hari, dan setelah shalat isya. Aturan ini ditetapkan mengingat di antara ketiga waktu tersebut merupakan waktu aurat, yakni waktu ketika badan atau aurat orang dewasa banyak terbuka (Lihat: QS al-Ahzab [33]: 13).
c. Adab berbicara, secukupnya dan bagi perempuan tidak mendayu-dayu
d. dll

6. Mengajarkan menjaga kebersihan kemaluannya

Bagaimana sebaiknya membersihkan air seni nya ketika habis buang air kecil, agar tidak menyebabkan najis buat orang lain dan menjadi azab kuburnya kelak.

Dari Anas Radhiyallahu anhu, dia berkata, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bersihkanlah diri dari air kencing. Karena sesungguhnya kebanyakan siksa kubur berasal darinya.”

7. Mendidik anak-anak agar bermain dengan teman-temannya sesama jenis agar kelak dewasa menjadi kebiasaan baik baginya. 

8. Jauhkan anak-anak dari konten-konten yang merangsang seksualitasnya dan merusak fitrahnya.
Terutama penggunaan gadget pada anak harus mendapat pendampingan dari orang tua dan pembatasan waktu bermain dengan gadget. Sebagaimana kita tahu menurut penelitian banyak kerusakan-kerusakan yang timbul dari bebasnya anak bermain gadget salah satunya adalah pornografi dan pornoaksi. 

Demikian hal-hal yang bisa kita lakukan agar bisa membangkitkan fitrah seksualitas anak-anak kita. Sehingga mereka memahami dirinya dan peran sosialnya di masyarakat kelak. 
Semoga anak-anak kita terlindungi dari perilaku buruk yang menyimpang akibat kerusakan moral dari orang-orang yang sudah rusak fitrah seksualitasnya. 


Sumber
Al Quran dan Al Hadist
Fitrah Based Education; Hari Santoso
zahrohsofi.wordpress.com
Sharing ustadzah Herlini Amran
Fitrah seksualitas kelas bunda sayang IIP 





Rabu, 11 November 2020

Mendidik Dengan Fitrah

Kisah Rabu Seru

Oleh: Nurhalita Diny, S.Pd





"Bukannya sudah selesai TK B kenapa ulang TK B lagi? Kasian tuh si Arif teman-temannya mau masuk SD semua, dia saja sendiri yang masih TK" Tanya Nenek pada Bunda Arif

"Ya Nek, daripada nanti dia gak bisa ikuti pembelajaran di SD dan kena bully juga dengan teman-temannya yang sudah matang usianya, lebih baik Arif matang dulu Nek di TK, insyaAllah nanti kalau Arif SD, SMP dan SMU akan lebih nyaman dan mandiri Arif nya, kan nanti juga kuliah gak masalah Nek usia berapa saja" Jawab Bunda Arif

__________________________________

Sejak Adam diciptakan Allah sesungguhnya Nabi Adam mendapatkan pendidikan dari Allah, yaitu ketika Allah mengenalkan Adam nama-nama benda di surga. Ini pertanda memang pendidikan itu sudah ada sejak lama, dan dengan pendidikanlah bumi ini tetap lestari dan terjaga serta terus adanya keberlangsungan kehidupan.

Tapi pendidikan seperti apa kah yang dapat melestarikan bumi ini, agar kehidupan terus berlangsung? Apakah sudah benar apa yang dilakukan manusia hingga saat ini, atau membuat bumi kita semakin rusak dan merana? 

Inilah sejatinya yang menjadi pemikiran pakar pendidikan saat ini, melihat kenyataan yang ada, apa yang dilakukan manusia membuat kerusakan bumi dan alam semesta. Manusia telah keluar dari misi yang Allah titipkan kepadanya yaitu menjadi khalifah di bumi ini, surat Al-Baqarah;30 

وَاِذۡ قَالَ رَبُّكَ لِلۡمَلٰٓٮِٕكَةِ اِنِّىۡ جَاعِلٌ فِى الۡاَرۡضِ خَلِيۡفَةً ؕ قَالُوۡٓا اَتَجۡعَلُ فِيۡهَا مَنۡ يُّفۡسِدُ فِيۡهَا وَيَسۡفِكُ الدِّمَآءَۚ وَنَحۡنُ نُسَبِّحُ بِحَمۡدِكَ وَنُقَدِّسُ لَـكَ‌ؕ قَالَ اِنِّىۡٓ اَعۡلَمُ مَا لَا تَعۡلَمُوۡنَ
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Aku hendak menjadikan khalifah di bumi." Mereka berkata, "Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?" Dia berfirman, "Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."


Sebagaimana seorang khalifah sejatinya adalah memakmurkan bumi, bukannya merusak bumi seperti yang ada saat ini. Kita temui kerusakan lingkungan yang semakin parah, pemanasan global, naiknya permukaan air laut, banyak sampah yang berserahkan karena adanya barang-barang yang tidak bisa terdaur ulang, orang-orang sekolah tetapi tetap banyak pengangguran, sisa pertambangan yang merusak alam, pencemaran lingkungan, ekspoloitasi sumber daya alam, semakin banyak persaingan, tingkat depresi dan bunuh diri semakin tinggi dll yang membuat bumi semakin sulit berotasi karena beban berat kerusakannya. 

Inilah pangkal dari pendidikan yang disorientasi saat ini. Ada lembaga pendidikan yang disebut sekolah, namun ternyata setelah selesai sekolah SMU ataupun mungkin kuliah mengapa kita tetap tidak bisa bekerja ataupun menghasilkan uang? Karena di sekolah-sekolah yang ada saat ini kita dididik sedemikian rupa kelak untuk menjadi pegawai, kuli ataupun buruh, bukan seorang yang bisa berdiri sendiri meskipun tanpa harus menjadi pegawai, kuli, ataupun buruh. Sehingga ketika kita tidak diterima bekerja di perusahaan kita tidak mampu menciptakan suatu karya atau jasa itu sendiri atau untuk memenuhi kebutuhan kita sendiri pun kita tidak mampu. Karena pendidikan yang ada saat ini adalah untuk memenuhi dunia industri. Kebutuhan pada pegawai/kuli/buruh yang dapat menjalan mesin-mesin industri juga kebutuhan manusia yang semakin beragam.  

Di sekolah yang ada saat ini pengajarannya semakin jauh dari kebutuhan pokok akan keberlangsungan untuk hidup. Yang ada malah semakin membuat stress tingkat tinggi, dengan banyaknya pelajaran-pelajaran yang menyulitkan anak-anak. Karena pelajaran yang anak-anak dapatkan saat ini adalah sesuatu yang mereka sendiri tidak dapat membayangkannya ataupun menyentuhnya. Dan kita memaksakan hal ini kepada anak-anak kita. Ketika mereka mendapatkan nilai buruk ketika ujian, kita sebagai orang tua merasa sangat malu dan marah dengan angka-angka merah tersebut. Dari sekolah ini ujungnya adalah nilai-nilai yang tanpa makna. Dimana nilai-nilai tinggi tidak menjamin anak akan sukses kelak ketika dewasa begitupun sebaliknya nilai rendah seorang anak belum tentu dia tidak berhasil menjalani hidupnya hingga tua. Lantas apa perlunya kita memaksa anak-anak kita yang belum matang usianya masuk SD? Apakah itu akan membuat anak kita semakin cepat mandiri dan cerdas?Atau malah membuat anak-anak kita semakin stress dengan banyaknya tekanan pelajaran di sekolah? Karena jelas siklus ini akan terus berlangsung, ananda masuk SMP belum matang emosinya demikian pula ketika SMU. Akibatnya saat ini banyak anak-anak SMP atau SMU sudah tidak mau sekolah, karena dulu masa-masa kanak-kanak mereka yang seharusnya bermain tercabut. Anak-anak usia TK dipaksa belajar berhitung, membaca dan menulis tanpa tahapannya, tanpa mereka menjalani prosesnya. Orang tua kebanyakan maunya instan, saat ini di masyarakat indikator sebuah TK itu bagus atau tidaknya adalah dari anak-anak lulusannya apakah sudah bisa membaca? padahal proses kepandaian membaca setiap anak berbeda-beda maka stimulus tahapan membaca itu sangat penting untuk anak usia dini, jangan sampai yang ada adalah setelah  anak TK bisa membaca mereka jadi muak pada semua yang berhubungan dengan huruf, kata dan buku dan masa-masa ini akan melekat hingga ananda dewasa, sangat menyedihkan. Berdasarkan hasil penelitian orang Indonesia sangat rendah literasi membacanya. Tidak usah kita melihat orang lain, lihatlah diri kita sendiri, apakah kita sebagai orang tua suka membaca? tengok ada berapa buku-buku di rumah kita? Seberapa pentingkah buku untuk keluarga kita?. Coba kita renungi, Jika banyak jawaban yang belum, ayo kita putus rantai nya, janganlah kita buat anak-anak kita pun tidak suka membaca, ciptakan tradisi baik itu dari keluarga kita.

Dari uraian diatas, ayo kita tanyakan pada diri sendiri, apakah kita terlalu banyak menaruh harapan pada anak-anak? atau kita menitipkan cita-cita kecil kita dulu kepada mereka? Atau mungkin kita sendiri disorientasi terhadap apa tujuan hidup kita di dunia ini? 

Kita pun dulu sebagai orang tua pernah merasakan bersekolah dan saat ini tentu kita semakin menyadari sesungguhnya apa yang kita pelajari di sekolah dan apakah kita memakai semua pengetahuan yang kita dapatkan waktu itu pada saat ini? Apa perlunya kita menghapal ukuran lapangan sepak bola kalau ternyata kita sekarang bukanlah seorang atlit? Atau apakah tidak sebaiknya seorang koki mendalami ilmu memasak daripada dia mesti berkutat dengan rumus kimia sedangkan semakin pening kepalanya ketika dia harus berjibaku dengan soal-soal kimia. Seorang atlit disuruh menghapal rumus kerucut? Hmmhmhm,,,,Alangkah sangat banyak waktu terbuang untuk mempelajari hal-hal yang kita tidak sukai dan juga tidak akan membuat kita mati bila tidak mempelajarinya. Dari usia SD-SMK atau bahkan kuliah ketika kita salah ambil jurusan,,,, (ehm,, ini pengalaman saya), dan bekerja tidak sesuai dengan ilmu yang kita pelajari di sekolah. Berkaca pada diri saya sendiri, saya dan suami kuliah yang berbeda dengan bidang pekerjaan saat ini, saya adalah seorang sarjana kesehatan masyarakat yang seharusnya bergelut di bidang kesehatan, namun sekarang ada di pendidikan. Begitupun suami dulu kuliah di Tehnik Kimia namun saat ini bergelut di bidang komputer. Dan mungkin masih banyak lagi contoh-contoh lain yang semirip dengan pengalaman kami, belajar dan bekerja tidak linear bidangnya satu sama lain. Inilah kenyataan yang kita alami, ketika kami telat menemukan passion kami maka dengan terpaksa harus mengulang kembali mendalami ilmu yang kami sukai saat ini. Mari kita bayangkan seandainya penemuan passion itu sudah kita dapati semenjak minimal usia SMU maka bisa jadi kita sudah menjadi ahli dibidangnya. Karena kita sudah menemukan sesuatu yang kita cintai dan jelas ketika kita melakukannya akan membuat kita bahagia, penuh energi sehingga menghasilkan karya dan berdampak untuk diri sendiri, keluarga, masyarakat dan lingkungan kita. 

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku. (Q.S 51:56)

Inilah tujuan Allah menciptakan kita tiada lain hanyalah untuk beribadah. Ujung kesuksesan hidup seorang manusia adalah surga Nya Allah SWT. Kemanapun kita melangkah, secerdas apapun kita, kekayaan yang tidak habis 7 keturunan, kecantikan dan ketampanan seorang manusia, ketinggian jabatan yang dia miliki itu, apakah itu menjamin seorang manusia masuk surga?

Maka mari kita turunkan ego kita sebagai orang tua. Menerima anak yang dititipkan Allah kepada kita apa adanya, yakinkan selalu ada kebaikan akan takdir yang Allah berikan.  Mencari missi apakah yang dititipkan kepada kita dan anak-anak kita di dunia ini dengan mendidik mereka dengan fitrahnya. Menemukan passion (bakat minat) anak-anak kita dengan menghadirkan seluruh jiwa raga ketika kita bersama mereka. Sebut nama anak-anak dalam doa-doa kita kepada sang pemilikNya, Fulanah binti Fulan. Sehingga Allah sendiri yang akan menunjukan jalan-jalan kesuksesan itu kepada keluarga kita, yaitu bahagia di dunia dan masuk surgaNya kelak bersama-sama. 


Kesuksesan seorang anak adalah investasi buat orang tuanya

Apa yang kita tanam itulah yang kita tuai

Pengorbanan itu tidak akan jauh dari hasilnya

Allah menilai proses yang kita lakukan bukan hasilnya 


Sumber:

Al Quran

Al Hadist

Buku Fitrah Based Education; Harry Santosa

Pengalaman pribadi dan teman-teman









Rabu, 04 November 2020

Tugas Kita Menemukan Binar di Wajahnya


 Kisah Rabu Seru

Oleh: Nurhalita Diny




"Mi, ini buat Zaid ya, aku mau bongkar?, Mau buat bikin-bikin" Tanya Zaid kepada Umi, meminta CPU bekas yang rusak untuk dibongkarnya. 

Lain waktu dia melihat ada kardus bekas meja lipat besar, "Ini udah gak dipake kan Mi? Buat Zaid ya" Pintanya sama Umi.

"Mi, Zaid mau buat mobil besar bisa dinaikin, Zaid bisa" Ucapnya pada Umi yang sedang antusias mendengarkan Zaid

"Terus nanti gimana jalaninnya, emang Zaid bisa jalaninnya, pakai energi apa? rodanya bagaimana? Tanya Umi pada Zaid

"Pake aki, nanti badannya pakai gerobak kayu kan sudah ada rodanya, ayo beliin aki mi sama gerobak kayunya, Zaid yakin bisa....beneran deh yakin banget" Jawabnya kepada Umi

Dan Umi nya senyum-senyum saja, bilang "Wow kereeen, Iya, nanti kita liat-liat dulu ya di online harganya" Jawab Umi sambil mikir-mikir berusaha tidak mengecewakan Zaid dan menampakan wajah semangat, matanya melotot jenaka dan senang. Seakan sangat khawatir memadamkan binar di mata dan lebar senyum Zaid anaknya. 

________________________

Yap......dialog seperti inilah kira-kira yang hampir saya dapati setiap hari dirumah saya. Dan rumah pun berantakan lantai penuh dengan pernak-pernik kecil bekas barang-barang elektronik, kabel, lem tembak, stop kontak dll. Rusuh, berantakan, seperti kapal pecah....gak ada rapinya rumah. Kadang-kadang nih, Zaid hanya mengeluarkan semua barang-barangnya di lantai ruang tengah depan TV, belum ada inspirasi dia mau buat apa, tetapi tetep, posisi barang sudah berantakan duluan dilantai. Kadang tercecer entah kemana, ada dinamo kecil atau obeng atau pernik elektronik kecil yang tajam tahu-tahu terinjak kaki. "Awwwww..... sakit sekali" rasanya pengen teriak sekuatnya dan memarahi Zaid karena Saya yang sedang memasak wara-wiri, sakit kesal terinjak benda tajam. Menguji kesabaran saya.

Itu dulu sewaktu awal-awal seperti ini, keadaan rumah sering berantakan dan tidak terkontrol dimana saja berantakannya. Alhamdulillah sekarang Zaid udah punya ruang sendiri meski masih di ruangan gudang kecil di belakang rumah, setidaknya dia sudah paham dimana barang-barangnya harus disimpan, sehingga tidak berantakan kemana-kemana dan kesenangannya tidak mengganggu orang lain. Inipun terwujud hasil diskusi kami, Zaid saya dan ayahnya setelah ada insiden-insiden kecil diatas. Zaid kita berikan pemahaman menyimpan barangnya dengan baik, bermain dengan senang tanpa mengganggu orang lain dan terkendali tidak membahayakan diri sendiri dan orang lain juga. Sedangkan dari kami sebagai orang tua, ternyata Zaid butuh ruangan privasi sendiri untuk dia leluasa melakukan kesenangannya itu dan memfasilitasinya meskipun di gudang ini juga Zaid kadang-kadang cemburu dengan abangnya yang punya ruangan sendiri untuk bereksperimen. Kadang dia kesal dengan banyak barang-barang lain di gudang selain barangnya, sehingga kita pun harus sering merapihkannya agar tidak mengganggu barang-barangnya permainannya.  

Zaid kecil ketika usianya 4,5 tahun, suka bermain solder karena melihat abangnya Laskar memakai solder. Dan  diperhatikan betul rupanya. Satu kali dia izin untuk menggunakan solder tersebut, kami izinkan karena kami memperhatikannya ketika itu sehingga bisa kita awasi kalau kejadian hal-hal yang tidak diinginkan. Namun karena rupanya Zaid sudah bisa, lain waktu tidak dalam pengawasan kami, dia memakai solder tersebut untuk bereksperimen. Namun tanpa sadar solder tersebut melukai kakinya. Lumayan besar juga lukanya waktu itu, sampai saya harus dua kali meminta resep dokter agar lukanya cepet kering, karena khawatir infeksi bila keringnya terlalu lama.  

Dulu di usianya beranjak dua tahun, Zaid mulai sangat suka dengan api. Hampir setiap hari dia ingin selalu main dengan api. Bayangkan bangaimana khawatirnya kami semua ketika dia mulai bermain dengan api. Ada saja yang dimainkannya dengan api, selalu ada saja yang menarik baginya untuk dibakar atau diapakan saja itu api. Pastilah pernah kejadian luka bakar, tapi alhamdulillah tidak terbakar parah, hanya luka bakar kecil dan bisa dikendalikan. Meskipun tentu itu pastinya sakit, karena luka. 

Saya berusaha menfasilitasi apapun yang membuatnya berbinar, namun ini api, sesuatu yang berbahaya. Tapi saya tidak boleh egois, hanya karena api berbahaya hingga kita tidak membuatnya bahagia karena saya tidak mengizinkannya bermain dengan api. Akhirnya saya mencoba mempelajari api dan mencari-cari keajaiban dan sains dari api. Sejak itu saya mencoba mengajarkan sebab akibat dan resikonya dari bermain api, listrik dll yang tentunya berbahaya ketika kita tidak dapat mengendalikannya. Saya mengajarkannya sifat api, bahwa api kecil jadi kawan api besar jadi lawan. Posisi kita sebaiknya seperti apa ketika bermain api dan percobaan-percobaan apa saja yang mudah terbakar dan sulit terbakar. Serta resikonya ketika bermain api juga kita harus siapkan, bagaimana bila kejadian terjadi api membesar dan pertolongan pertama ketika luka bakar bila kena api. Di TK Mentari juga waktu itu Zaid pernah ikut field trip ke Pemadam Kebakaran Jakarta Barat. Disana kita mendapatkan informasi dari petugas Damkar nya dan juga melihat simulasi kebakaran serta belajar melakukan pengendaliannya. 

Alhamdulillah seiring waktu Zaid semakin mengerti dan dapat bermain api menyenangkan namun tetap aman. Kecintaannya kepada api belum surut tapi tidak terlalu membara seperti dulu (☺☺☺☺), Dia sudah beralih dengan kesukaan yang lain. Sebenarnya apapun yang dia sukai, yang utama adalah doa kepada pemiliknya agar Allah melindunginya dari segala macam bahaya. Karena tentu saya tidak bisa 24 jam bersamanya dan meskipun kita selaku orang tua 24 jam bisa bersamanya segala sesuatu itu tetap bisa terjadi atas kehendakNya, maka kita usaha namun tak lepas dari ketergantungan kita kepada Nya.

Zaid kecil juga sangat suka dengan hal-hal yang berhubungan dengan mesin. Awalnya dia tertarik dengan blender setiap kami menggunakan blender selalu diperhatikannya sehingga ia sendiri dapat mengoperasikannya dengan baik ketika usianya 5 tahun. Kadang dia menghadiahkan saya jus, entah jus buah apa saja yang ada di kulkas. Kala waktu tidak ada buah dia izin membuat jus ketimun, alhasil jadilah jus ketimun dan saya jadi harus belajar membuat es ketimun agar jus ketimun buatannya tidak dibuang dan mubazir. Alhamdulillah jadi bisa membuat es ketimun yang seger dan dinikmati bersama sekeluarga. 

Tidak hanya blender saja yang disukainya, Zaid pun sangat suka dengan mixer. Dia selalu antusias kalau saya menggunakan mixer. Sekarang dia dapat membantu saya membuat kue terutama memperlakukan mixer nya dari menyusun kocokannya secara detil ke mesin mixer, mencolokannya dan memulai on of nya hingga bisa dipakai untuk mengocok telur dll. Terbukti suatu ketika saya lupa menyusun kocokannya yang ada dua tersebut di sebelah mana saja, sehingga ketika saya mengocok telur ternyata wajannya tidak berputar alias mesinnya tidak berjalan sempurna. Dan Zaid mengingatkan saya bahwa posisi kocokannya harusnya disini dan disini, wah benar saja setelah itu mixer beroperasi sempurna. Alhamdulillah.

Kesukaannya pada mixer dan blender membuatnya ingin dibelikan mixer dan blender. Beberapa orang yang mengetahui bertanya pada saya, "kok anak laki-laki membeli mainannya blender dan mixer?" heheheh... "kayak anak perempuan" kata mereka. Ups, saya baru sadar waktu itu, Tapi.. ehm ternyata selama ini beginilah mungkin cara pandang orang tua. Kalau anak laki-laki mainnya mobil-mobilan, anak perempuan mainnya boneka dan masak-masakan. Padahal dunia laki-laki dan perempuan tidak dibatasi dengan hal ini, dengan anak-anak bermain semuanya mereka akan lebih tahu bagaimana dan seperti apa fungsi dari benda-benda tersebut. Hal ini pun tidak akan membuat anak-anak laki-laki kelak lebih senang bersifat perempuan ataupun sebaliknya. Namun yang utama adalah peranan kita selaku orang tua mengarahkan, menyayangi dan hadir untuk mereka, memberikan contoh kepada anak-anak kita bagaimana sebaiknya perilaku sebagai perempuan atau sebagai laki-laki. Akhhh,....alhamdulillah saya sudah belajar ilmunya meskipun saya harus terus belajar, namun dengan hal ini membuat saya tidak membatasi diri sehingga memadamkan binar matanya akan kecintaannya kepada sesuatu yang membuatnya haus untuk terus belajar  dan untuk mengetahui banyak hal dan memecahkan berbagai masalah kehidupan. 

Sekarang Zaid berusia delapan tahun. Apa yang menjadi kebisaannya saat ini dibidang mesin, listrik dan elektronika menurut saya sudah setaraf kebisaan saya se usia SMU. Seingat saya dulu, baru memahami rangkaian paralel dan seri pada batere itu waktu SMU, merangkai kabel hingga dapat mengalirkan listrik, dll itu pun baru teorinya saja dan sedikit prakteknya. Saya tidak mampu membuat benda bergerak, alhamdulillah Zaid kecil sudah bisa menggerakan pesawat kertas tiga dimensi buatannya di usia 5 tahun. Wow saya pun takjub melihatnya, dan saya tidak menyangkal hal itu. Betapa pesatnya anak-anak belajar. Ketika kita stimulus dan kita fasilitasi sedemikian rupa membuat kita sendiri akan merasakan keajaiban-keajaiban yang bisa mereka hasilkan. 

Menurut para ahli 80% pertumbuhan syaraf otak anak itu ada di dua tahun usianya, kemudian 50% hingga usianya 5 tahun dan 30% diusianya 8 tahun. Setelah usia ini pertumbuhan syaraf otak akan melambat hingga akhir usia manusia. Dan pada anak-anak usia dini inilah pesatnya pertumbuhan syaraf mereka. Lalu bagaimana syaraf-syaraf ini bisa tumbuh bila kita tidak memberinya stimulus-stimulus pada anak-anak kita? Simpul-simpul itu tidak hadir dengan sendirinya, dalam hadist Rosulullah, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda: 'Seorang bayi tidak dilahirkan (ke dunia ini) melainkan ia berada dalam kesucian (fitrah). Kemudian kedua orang tuanyalah yang akan membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi" (Hadist Muslim). 

Inilah tugas kita sebagai orang tua mereka mendidik anak-anak dengan fitrahnya, dengan misi yang Allah kehendaki kepada anak-anak kita, dengan kebahagiaan-kebahagiaan yang mereka inginkan, dengan binar-binar di matanya ketika mereka mengutarakannya, dengan keceriaan-keceriaan yang mereka tunjukan ketika mereka melakukannya. Berikan banyak stimulus kepada mereka, dengan memberikan banyak titik-titik pengalaman pada segala hal yang bisa kita lakukan bersama anak-anak kita. Hadirkan diri kita bersama mereka dengan itu semua, sehingga mereka anak-anak kita melihat dan merasakan bahwa kita ada bersama mereka ketika mereka senang dan bahagia.Tentu tidak mudah untuk bisa mewujudkan anak-anak yang dapat memimpin peradaban kelak, namun ayo kita terus belajar menjadi orang tua yang baik untuk mereka, kita lakukan perubahan kebaikan itu, meski kecil dan tak terlihat bermakna, namun yakinlah terus dan lakukanlah terus, tidak mesti menunggu orang lain mesti hanya kita sendiri yang melakukannya diantara semua orang, terus semangat dan yakin kelak sampai Allah sendiri yang akan menunjukan jalan-jalan kebaikan itu. Karena Allah tidak akan merubah kita hingga kita sendiri yang akan merubahnya. Lakukan dari diri kita sendiri, kemudian insyaallah dia akan menginspirasi didalam keluarga kita dan akan menjadi tradisi baik kelak di lingkungan kita.  

Lakukan meskipun sedikit, lama-lama akan menjadi bukit

Yakin Usaha Sampai (Husni Teja Sukmana)


Sumber:

Al Quran dan Hadist

https://www.parentingclub.co.id/

Komunitas Ibu Profesional 

Pengalaman pribadi dan teman-teman

https://www.facebook.com/nurhalita.diny