Kamis, 11 Mei 2017

Pop kort bermekaran secantik hati dinda

POP KORT BERMEKARAN SECANTIK HATI DINDA

  Oleh: Ummizaid


Lembayung sendu semburat menghias langit hingga memerah memberi warna indah sore itu.
Burung-burung belibis dan pipit beramaian melintas diatas langit, pulang ke sarang. Pertanda alam gelap akan datang dan burung-burung pun diberi ilham oleh sang Kuasa agar tinggal disarang mereka kala gelap datang.
Sunyi sekali hati Dinda menyergap nelangsa, bingung pasrah menghadapi ujian Allah padanya.
Tiada lain obatnya harus bersabar, berusaha dan berdoa kepada sang penggengam jiwa-jiwa seluruh makhluk bumi
Namun kesunyian ini sering menyergap dan membuatnya sesak. Hingga Dinda sendiri bingung sesak ini penyakit atau sesak karena buatan hatinya yang mengada-ngada. Kadang dengan kesendiriannya Ia sering melamun dan membuatnya berpikiran buruk dan menghayalkan kejadian masa depan yang fana.
Sungguh siapakah kita ini hanya manusia semata yang semua kehidupannya telah tertulis dalam kitabNya, kebaikan dan keburukannya. Namun mengapa Ia merasa ingin selalu meraba akan azal kematiannya. Meskipun Dinda tahu bahwa kematian semua makhluk di bumi mesti telah rapi tercatat dalam buku besar Sang Kuasa.
Sehingga seakan Dinda merasa seperti orang yang tidak waras, mengoceh sana-sini tidak jelas. Ingin Ia lepas semua daya khayalnya kepada Robi suaminya. Dalam kenyataannya mungkin sebenarnya Robi bisa saja ingin tertawa lucu geli namun bingung.
Suatu ketika Ia menemani Dinda jalan-jalan pagi dan Dinda mengajaknya berbicara mengenai masa depan anak-anaknya kelak, ‘Bahwa Aisyah bagusnya nanti kuliah di   Luar Negeri di Jerman saja, Aisyah otaknya lebih dominan kiri, sekarang saja sudah kelihatan. Dan untuk Umar nanti dapat beasiswa di Mesir bakalan belajar Al Quran dan pendidikan agama mendalam, otaknya dominan kanan’
“…..…”.sungguh baiknya Robi sabar meladeni Dinda, hingga Ia mencoba menjawabnya dengan berhati-hati agar tidak melukai hati Dinda. Robi menjawab, “Kita lihat saja nanti ya D, (panggilan sayang untuk istrinya)”
Walhasil Dinda mengerti dan Ia tidak sakit hati dengan jawaban suaminya itu.
Sekali lagi pernah juga Dinda berkata, “D gak yakin K (panggilannya pada suaminya) apakah D masih ada atau tidak ya, kita sekarang omongin besok aja dulu ya, jangan yang jauh-jauh waktunya, pelan-pelan aja”
“Sekarang si D sudah bersyukur dikasih hari ini, D mau maksimalkan kebaikan setiap yang Allah kasihkan ke D, jadi kita bicarakan setiap hari untuk esok saja ya!, Pinta Dinda pada Robi suaminya
“Hiks….terbayang bagaimana Robi harus menata hatinya mendengar istri tercintanya berkata demikian.
Namun disinilah kekuatan yang harus dipertontokan, disinilah kekuatan mental Robi yang harus dibuktikan. Apakah Robi menyayangi Dinda apa adanya? Apakah Robi rela meninggalkan Dinda dalam keadaan seperti ini, sungguh hanya orang-orang kuat saja yang mampu menjalaninya, hanya orang-orang dengan rahmat Allah saja yang siap melaksanakannya. Tergantung waktu bergulir berapa lama ia berputar menemani Dinda menjadi surviver melawan penyakitnya ataukah berapa lama Robi sanggup menemani Dinda dalam setiap detik kehidupan yang masih diberikan Sang Pemberi Kehidupan, Ya Hayyul Qoyyum….La Hawla Wala quwwata Illah billah… Robi mendesah dalam doanya.
Bukan hanya Robi yang berjuang, kadang manusia yang melihat tidak mengerti kepada siapa mereka harus simpati. Padahal sesungguhnya Robi dan Dinda hanya butuh penguatan bahwa apapun keputusan Tuhan kita harus menjalani dan Ridho menerimanya dengan ikhlas, Karena kita hanyalah hamba. Ketika senang bersyukur dan ketika diuji dia tawakal.
Segala ikhtiar terus di coba untuk Dinda. Tapi yang memperparah keadaan adalah, Dinda bukan hanya sakit fisik namun juga sakit ke jiwanya. Mungkin makhluk lain di alam sana ikutan “nimbrung” mengacak-acak sistem otaknya yang terus berputar berpikir. Seakan Ia akan pergi jauh dari alamnya sekarang, dan ingin memberikan yang terbaik dalam hidupnya sebelum kehidupannya berakhir. Dinda ingin khusnul khotimah dalam akhir hayatnya.
Robi memutar otaknya untuk mencari cara penyelesaian yang terbaik, dan harus diurai satu-satu permasalahannya. Kepelikan utama adalah penyakit yang bersarang dijiwanya hingga keadaan ini merusak dan membuat lama proses penyembuhan Dinda.
Perjuangan saat itu Dinda harus menunggu Robi kembali dari lawatan tugas kerjanya ke negeri seberang. Dan saat itu Ia memutuskan perjuangan akhirnya ketika suaminya kembali dan Ia bersua dalam rindunya yang panjang untuk mengucapkan kata-kata terakhirnya dan permohonan maafnya bila selama menjadi istrinya, Dinda banyak menyakiti hati dan belum menjadi istri yang baik buat Robi. Dinda merasa yakin bahwa itulah hari terakhirnya di dunia.
Malam bulan purnama Robi kembali dalam pelukan istrinya, dalam rindu mereka berdua sebagai suami istri. Terasa sekali “mitsaqon Golizah” pertalian yang di Ridhoi Allah. Penuh cinta Ilahi dan diberkahi.
Pagi pun menjelang dalam kelelahan panjang bagi Dinda. Ia malas sekali untuk bangun, tubuhnya pun terasa berat dan sulit digerakan. Gemetar dan kram sekujur tubuhnya sakit dan sangat berat.
Kala Dinda membuka matanya, Dia melihat anak perempuan cantik memakai gaun putri dan anak lelaki kecil sangat lucu serta seorang laki-laki tampan disampingnya. Mereka tersenyum indah sekali, seakan Ia menemukan bidadari-bidadari surga disana. …”Tuhan kenikmatan yang mana lagi yang aku dustakan” Rasanya cukup kurasakan indahnya duniamu…bathin Dinda bergumam dalam gemetar dan sakit tubuhnya yang berbaring.
Ia tidak mau bangun atau malas bangun, entah mana yang sesunggnya fakta. Namun Dinda merasa sangat berat untuk bangun. Ingin rasanya Ia tidur selamanya tanpa merasakan kesakitan.
Disanalah Dinda berujar kepada Robi suaminya, “K..D udahan saja ya, D gak kuat, capek, lelah, D pengen tidur”….ujarnya.  “Kaka cari yang lain aja yah, buat gantiin D, banyak yang lebih cocok buat Kaka, inshaAllah kaka akan bahagia”..Pinta Dinda. Ia merasa disinilah cintanya kepada suaminya, Dia rela suaminya menikah lagi. Karena Dia merasa sudah tidak mampu memberikan yang sebaiknya Robi dapatkan. Dia tidak akan bisa menjadi istri yang sesuai keinginan Robi. Dia ikhlas, Dinda ingin melihat kebahagiaan itu sebelum Ia pergi.
Seketika Wajah Robi kecewa mendengar permintaan Dinda. Dan dengan memelas juga Robi menjawab permintaan Dinda, “D, Kaka tidak mau dengan siapa-siapa, Kaka pengen sama D aja” sambil Ia menatap Dinda dan berharap padanya agar Dinda terus semangat.
Dinda, Ia bingung menjawab permintaan Robi. Dan Dinda diam.
“Ayo D kita sama-sama berjuang melawan penyakit ini, kita pasti bisa, Kaka yakin itu. Kita usaha dulu ya, kita minta sama Allah dan kita jalani pengobatan dan kita cari ikhtiar lain supaya D bisa sehat lagi. Dan kita bersama-sama lagi nantinya, kasian Kaka, kasian Aisyah dan Umar. Apa D tidak kasian melihat kami?” pinta Robi lagi Dinda
Rasanya terbang perasaan Dinda dengan permintaan Robi, serba salah bathinnya berkecamuk. Selama Ia sakit dalam lemahnya tidak bisa bangun, Robi rela membersihkan kotorannya, mengelap badannya karena belum bisa bangun dari tidurnya. Menjaga Aisyah dan Umar, mencari nafkah untuk mereka, mengais rezeki lain untuk membayar pengobatannya. Robi semangat memperjuangkan dirinya agar bisa bangkit dari lemahnya melawan penyakit yang menggerogoti dirinya. Lalu kemana Ia ketika Robi memintanya untuk berjuang bersamanya melawan penyakit ini. Sungguh siapa sebenarnya yang lebih keras perjuangannya? Apakah yang sakit ataukah yang hidup dalam belahan jiwanya?
Robi mau melakukannya tidak sedetikpun Ia mengeluh kepadanya. Malah Robi terus memberikannya semangat, menuruti apa maunya yang kira-kira masuk akal dan tidak macam-macam.
Dinda merasa disinilah jihadnya sebagai istri, disinilah Dia membuktikan cintanya kepada suami, saat inilah Dia dan Robi bersama bersandar pada sang Khalik pemberi kehidupan semua makhluk. Saat itulah Dinda melayang jauh pikirannya dan entah kekuatan apalah yang datang pada tubuhnya, sudah pasti Allah namun mesti juga semangat itu kekuatan setelahnya untuk bisa bangkit berjuang. Sekarang ini perjuang pertamanya adalah bangkit dari pembaringannya yang terasa sangat berat menjadi semakin ringan.
Robi berkata, “ayo D kita minum obat yuk!”
Dinda menyahutinya, “K mau tolong D ya, inshaAllah D mau berjuang, tolong D diarahkan yah ke jalan perjuangan yang benar, selama ini D merasa sakitnya malah menjadi-jadi karena D berjuang sendiri dan merasa yakin, namun ternyata memperparah penyakit D, sekarang D ikutin Kaka  saja yah.”
“inshaAllah, ayo sekarang D coba bangun ya dan minum obat, semoga Allah mendengar permintaan hamba_Nya yang ingin berjuang, yakinlah D bahwa berjuang untuk hidup itu adalah jihad juga.” Aamin ya Robbal alamiin… ujar Robi
Bahagianya Robi melihat Dinda yang mulai semangat menjalani hidup, semangat yang ikhlas tanpa ambisi. Semangat yang mereka jalani berdua bersama.
Semangat menjalani kehidupan di negeri seberang. Dinda bertekad menjalani hari-hari bersama kembali mengikuti Robi dalam tugas kerjanya. Memboyong kedua anaknya Aisyah dan Umar.
Senja mulai masuk, semburat lembayung kuning menyinari menembus kaca rumah. Sinarnya memantul muka Dinda yang sedang duduk tepat dibelakang kaca. Sambil meminum obat sorenya Dinda tersenyum manis. Semanis bunga-bunga sakura (popkort) yang tumbuh di Korea kala musim semi. PopKort (Bunga seperti popcorn jagung yang merekah ketika di goreng)#

Tidak ada komentar:

Posting Komentar