POP KORT BERMEKARAN SECANTIK HATI DINDA
Oleh: Ummizaid
Lembayung
sendu semburat menghias langit hingga memerah memberi warna indah sore itu.
Burung-burung
belibis dan pipit beramaian melintas diatas langit, pulang ke sarang. Pertanda
alam gelap akan datang dan burung-burung pun diberi ilham oleh sang Kuasa agar
tinggal disarang mereka kala gelap datang.
Sunyi
sekali hati Dinda menyergap nelangsa, bingung pasrah menghadapi ujian Allah
padanya.
Tiada
lain obatnya harus bersabar, berusaha dan berdoa kepada sang penggengam
jiwa-jiwa seluruh makhluk bumi
Namun
kesunyian ini sering menyergap dan membuatnya sesak. Hingga Dinda sendiri
bingung sesak ini penyakit atau sesak karena buatan hatinya yang mengada-ngada.
Kadang dengan kesendiriannya Ia sering melamun dan membuatnya berpikiran buruk
dan menghayalkan kejadian masa depan yang fana.
Sungguh
siapakah kita ini hanya manusia semata yang semua kehidupannya telah tertulis
dalam kitabNya, kebaikan dan keburukannya. Namun mengapa Ia merasa ingin selalu
meraba akan azal kematiannya. Meskipun Dinda tahu bahwa kematian semua makhluk
di bumi mesti telah rapi tercatat dalam buku besar Sang Kuasa.
Sehingga
seakan Dinda merasa seperti orang yang tidak waras, mengoceh sana-sini tidak
jelas. Ingin Ia lepas semua daya khayalnya kepada Robi suaminya. Dalam
kenyataannya mungkin sebenarnya Robi bisa saja ingin tertawa lucu geli namun
bingung.
Suatu
ketika Ia menemani Dinda jalan-jalan pagi dan Dinda mengajaknya berbicara
mengenai masa depan anak-anaknya kelak, ‘Bahwa Aisyah bagusnya nanti kuliah
di Luar Negeri di Jerman saja, Aisyah
otaknya lebih dominan kiri, sekarang saja sudah kelihatan. Dan untuk Umar nanti
dapat beasiswa di Mesir bakalan belajar Al Quran dan pendidikan agama mendalam,
otaknya dominan kanan’
“…..…”.sungguh
baiknya Robi sabar meladeni Dinda, hingga Ia mencoba menjawabnya dengan
berhati-hati agar tidak melukai hati Dinda. Robi menjawab, “Kita lihat saja
nanti ya D, (panggilan sayang untuk istrinya)”
Walhasil
Dinda mengerti dan Ia tidak sakit hati dengan jawaban suaminya itu.
Sekali
lagi pernah juga Dinda berkata, “D gak yakin K (panggilannya pada suaminya)
apakah D masih ada atau tidak ya, kita sekarang omongin besok aja dulu ya,
jangan yang jauh-jauh waktunya, pelan-pelan aja”
“Sekarang
si D sudah bersyukur dikasih hari ini, D mau maksimalkan kebaikan setiap yang
Allah kasihkan ke D, jadi kita bicarakan setiap hari untuk esok saja ya!, Pinta
Dinda pada Robi suaminya
“Hiks….terbayang
bagaimana Robi harus menata hatinya mendengar istri tercintanya berkata
demikian.
Namun
disinilah kekuatan yang harus dipertontokan, disinilah kekuatan mental Robi
yang harus dibuktikan. Apakah Robi menyayangi Dinda apa adanya? Apakah Robi
rela meninggalkan Dinda dalam keadaan seperti ini, sungguh hanya orang-orang
kuat saja yang mampu menjalaninya, hanya orang-orang dengan rahmat Allah saja
yang siap melaksanakannya. Tergantung waktu bergulir berapa lama ia berputar
menemani Dinda menjadi surviver
melawan penyakitnya ataukah berapa lama Robi sanggup menemani Dinda dalam setiap
detik kehidupan yang masih diberikan Sang Pemberi Kehidupan, Ya Hayyul Qoyyum….La Hawla Wala quwwata
Illah billah… Robi mendesah dalam doanya.
Bukan
hanya Robi yang berjuang, kadang manusia yang melihat tidak mengerti kepada
siapa mereka harus simpati. Padahal sesungguhnya Robi dan Dinda hanya butuh
penguatan bahwa apapun keputusan Tuhan kita harus menjalani dan Ridho
menerimanya dengan ikhlas, Karena kita hanyalah hamba. Ketika senang bersyukur
dan ketika diuji dia tawakal.
Segala
ikhtiar terus di coba untuk Dinda. Tapi yang memperparah keadaan adalah, Dinda
bukan hanya sakit fisik namun juga sakit ke jiwanya. Mungkin makhluk lain di
alam sana ikutan “nimbrung” mengacak-acak sistem otaknya yang terus berputar
berpikir. Seakan Ia akan pergi jauh dari alamnya sekarang, dan ingin memberikan
yang terbaik dalam hidupnya sebelum kehidupannya berakhir. Dinda ingin khusnul khotimah dalam akhir hayatnya.
Robi
memutar otaknya untuk mencari cara penyelesaian yang terbaik, dan harus diurai
satu-satu permasalahannya. Kepelikan utama adalah penyakit yang bersarang
dijiwanya hingga keadaan ini merusak dan membuat lama proses penyembuhan Dinda.
Perjuangan
saat itu Dinda harus menunggu Robi kembali dari lawatan tugas kerjanya ke
negeri seberang. Dan saat itu Ia memutuskan perjuangan akhirnya ketika suaminya
kembali dan Ia bersua dalam rindunya yang panjang untuk mengucapkan kata-kata
terakhirnya dan permohonan maafnya bila selama menjadi istrinya, Dinda banyak
menyakiti hati dan belum menjadi istri yang baik buat Robi. Dinda merasa yakin
bahwa itulah hari terakhirnya di dunia.
Malam
bulan purnama Robi kembali dalam pelukan istrinya, dalam rindu mereka berdua
sebagai suami istri. Terasa sekali “mitsaqon
Golizah” pertalian yang di Ridhoi Allah. Penuh cinta Ilahi dan diberkahi.
Pagi
pun menjelang dalam kelelahan panjang bagi Dinda. Ia malas sekali untuk bangun,
tubuhnya pun terasa berat dan sulit digerakan. Gemetar dan kram sekujur
tubuhnya sakit dan sangat berat.
Kala
Dinda membuka matanya, Dia melihat anak perempuan cantik memakai gaun putri dan
anak lelaki kecil sangat lucu serta seorang laki-laki tampan disampingnya.
Mereka tersenyum indah sekali, seakan Ia menemukan bidadari-bidadari surga
disana. …”Tuhan kenikmatan yang mana lagi yang aku dustakan” Rasanya cukup
kurasakan indahnya duniamu…bathin Dinda bergumam dalam gemetar dan sakit
tubuhnya yang berbaring.
Ia
tidak mau bangun atau malas bangun, entah mana yang sesunggnya fakta. Namun
Dinda merasa sangat berat untuk bangun. Ingin rasanya Ia tidur selamanya tanpa
merasakan kesakitan.
Disanalah
Dinda berujar kepada Robi suaminya, “K..D udahan saja ya, D gak kuat, capek,
lelah, D pengen tidur”….ujarnya. “Kaka
cari yang lain aja yah, buat gantiin D, banyak yang lebih cocok buat Kaka,
inshaAllah kaka akan bahagia”..Pinta Dinda. Ia merasa disinilah cintanya kepada
suaminya, Dia rela suaminya menikah lagi. Karena Dia merasa sudah tidak mampu
memberikan yang sebaiknya Robi dapatkan. Dia tidak akan bisa menjadi istri yang
sesuai keinginan Robi. Dia ikhlas, Dinda ingin melihat kebahagiaan itu sebelum
Ia pergi.
Seketika
Wajah Robi kecewa mendengar permintaan Dinda. Dan dengan memelas juga Robi
menjawab permintaan Dinda, “D, Kaka tidak mau dengan siapa-siapa, Kaka pengen
sama D aja” sambil Ia menatap Dinda dan berharap padanya agar Dinda terus
semangat.
Dinda,
Ia bingung menjawab permintaan Robi. Dan Dinda diam.
“Ayo
D kita sama-sama berjuang melawan penyakit ini, kita pasti bisa, Kaka yakin
itu. Kita usaha dulu ya, kita minta sama Allah dan kita jalani pengobatan dan
kita cari ikhtiar lain supaya D bisa sehat lagi. Dan kita bersama-sama lagi
nantinya, kasian Kaka, kasian Aisyah dan Umar. Apa D tidak kasian melihat
kami?” pinta Robi lagi Dinda
Rasanya
terbang perasaan Dinda dengan permintaan Robi, serba salah bathinnya
berkecamuk. Selama Ia sakit dalam lemahnya tidak bisa bangun, Robi rela
membersihkan kotorannya, mengelap badannya karena belum bisa bangun dari
tidurnya. Menjaga Aisyah dan Umar, mencari nafkah untuk mereka, mengais rezeki
lain untuk membayar pengobatannya. Robi semangat memperjuangkan dirinya agar
bisa bangkit dari lemahnya melawan penyakit yang menggerogoti dirinya. Lalu
kemana Ia ketika Robi memintanya untuk berjuang bersamanya melawan penyakit
ini. Sungguh siapa sebenarnya yang lebih keras perjuangannya? Apakah yang sakit
ataukah yang hidup dalam belahan jiwanya?
Robi
mau melakukannya tidak sedetikpun Ia mengeluh kepadanya. Malah Robi terus
memberikannya semangat, menuruti apa maunya yang kira-kira masuk akal dan tidak
macam-macam.
Dinda
merasa disinilah jihadnya sebagai istri, disinilah Dia membuktikan cintanya
kepada suami, saat inilah Dia dan Robi bersama bersandar pada sang Khalik
pemberi kehidupan semua makhluk. Saat itulah Dinda melayang jauh pikirannya dan
entah kekuatan apalah yang datang pada tubuhnya, sudah pasti Allah namun mesti
juga semangat itu kekuatan setelahnya untuk bisa bangkit berjuang. Sekarang ini
perjuang pertamanya adalah bangkit dari pembaringannya yang terasa sangat berat
menjadi semakin ringan.
Robi
berkata, “ayo D kita minum obat yuk!”
Dinda
menyahutinya, “K mau tolong D ya, inshaAllah D mau berjuang, tolong D diarahkan
yah ke jalan perjuangan yang benar, selama ini D merasa sakitnya malah
menjadi-jadi karena D berjuang sendiri dan merasa yakin, namun ternyata
memperparah penyakit D, sekarang D ikutin Kaka
saja yah.”
“inshaAllah,
ayo sekarang D coba bangun ya dan minum obat, semoga Allah mendengar permintaan
hamba_Nya yang ingin berjuang, yakinlah D bahwa berjuang untuk hidup itu adalah
jihad juga.” Aamin ya Robbal alamiin… ujar Robi
Bahagianya
Robi melihat Dinda yang mulai semangat menjalani hidup, semangat yang ikhlas
tanpa ambisi. Semangat yang mereka jalani berdua bersama.
Semangat
menjalani kehidupan di negeri seberang. Dinda bertekad menjalani hari-hari
bersama kembali mengikuti Robi dalam tugas kerjanya. Memboyong kedua anaknya
Aisyah dan Umar.
Senja
mulai masuk, semburat lembayung kuning menyinari menembus kaca rumah. Sinarnya
memantul muka Dinda yang sedang duduk tepat dibelakang kaca. Sambil meminum obat
sorenya Dinda tersenyum manis. Semanis bunga-bunga sakura (popkort) yang tumbuh
di Korea kala musim semi. PopKort (Bunga seperti popcorn jagung yang merekah
ketika di goreng)#